Tradisi Jenang merupakan warisan budaya masyarakat melayu Bengkulu yang mencakup pembuatan dan penyajian makanan. Tradisi Jenang berkembang dalam setiap acara pernikahan, aqiqah, dan ritual adat lainnya di masyarakat Suku Serawai, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu.Tradisi ini melibatkan peran seorang jenang yang bertanggung jawab mengatur jalannya makan dalam acara adat. Tugas jenang adalah memastikan kelancaran penyajian makanan, menjaga makanan agar sesuai aturan dan makna dalam tradisi yang harus dipatuhi.
Penyajian makanan dalam tradisi Jenang juga memiliki aturannya, antara lain :
- Kobokan atau wadah untuk mencuci tangan dikeluarkan terlebih dahulu.
- Penyusunan gulai atau lauk diatur yaitu gulai ayam dan daging tidak boleh berdekatan, harus diselingi dengan lauk pauk dan sayuran.
- Penyusunan gulai boleh ditumpuk asalkan gulainya kering/tidak berkuah.
- Sendok diletakkan di dalam gulai dan lauk. Saat tradisi, gulai dan lauk diletakkan bersamaan.
- Mendahulukan menyajikan nasi tambuh, kemudian nasi biasa atau nasi ajang.
- Penyajian air minum menggunakan gelas kaca. Airnya diberi sedikit the (tawar) agar menimbulkan kesan warna bukan bening.
- Tisu diletakkan di tengah sajian.
- Kue-kue diletakkan di sela-sela gulai dan lauk sebagai penutup.
Tradisi Jenang kaya akan makna simbolisme. Tujuh batang rokok melambangkan surat Al-Fatihah sedangkan lima lembar daun sirih melambangkan rukun islam. Gambir dan pinang melambangkan kekeluargaan serta tembakau melambangkan kesatuan dari berbagai latar belakang. Pakaian jenang mengenakan kain sarung dan kopiah mencerminkan etika dan tradisi yang dijaga turun menurun.
Tradisi ini sangat kental dengan nilai-nilai budaya, nilai kehidupan dan nilai religius. Pertama, pentingnya hubungan kekeluargaan dan kebersamaan dalam masyarakat Bengkulu. Kedua, proses tradisi melibatkan kerjasama dan gotong royong antara anggota keluarga ataupun masyarakat. Hal ini mencerminkan saling kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama. Ketiga, makanan yang disajikan dalam Jenang memiliki arti keberagaman bahan dan cara memasak yang dipengaruhi keberagaman etnis dan budaya yang mencerminkan nilai toleransi antar kelompok. Terakhir, nilai religius dan spiritual masyarakat Bengkulu. Hal ini menjadi bagian simbol pemberkatan, persembahan dan rasa syukur kepada Tuhan. Dalam hal ini tradisi masyarakat tidak terlepas dari agama. Ungkapan “Melayu pasti Islam, Islam bisa berbahasa Melayu dan mengetahui budaya Melayu”. Hal ini mencerminkan hubungan yang erat antara adat melayu dan ajaran Islam. Setiap simbol dan tata caranya mengajarkan etika, penghormatan dan kebersamaan yang merupakan inti dari ajaran Islam.
Perspektif sosiologi agama melihat tradisi Jenang dalam adat Melayu adalah sebagai media ekspresi keagamaan berupa ungkapan rasa syukur atau harapan terhadap kekuatan ilahi. Selain itu, sosiologi agama juga memandang tradisi Jenang sebagai perwujudan budaya dan agama yang saling terkait dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat. Tradisi ini memiliki akar dalam tradisi budaya melayu yang diadaptasikan dalam konteks agama Islam. Nilai tradisi yang terkandung sangat kental terkait cara hidup masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dari agama. Oleh karena itu, agama dan budaya melayu membentuk identitas sosial yang utuh dalam tradisi Jenang.
Perkembangan zaman yang semakin modern, tradisi Jenang di Bengkulu sudah mulai memudar. Bahkan di acara adat seperti pernikahan, tradisi Jenang telah digantikan oleh prasmanan yang lebih simple. Adapun langkah yang diambil pemerintah dalam melestarikan tradisi ini ke anak muda yaitu dengan mengadakan Festival Kuliner Tradisional Bengkulu. Ke depan diharapkan generasi muda dapat melestarikan budaya daerah agar tidak tergerus oleh perkembangan zaman yang semakin modern.
Penulis: Allessa Nadhifa