Moderasi beragama adalah suatu ekspresi perilaku beragama yang bertindak secara adil dan tidak ekstrim dalam beragama. Orang yang bersikap seperti pernyataan diatas disebut moderat, yang tidak berlebihan dalam beragama. Orang yang moderat mengedepankan sikap toleransi dan perbedaan yang tinggi, menghargai sesama dengan perbedaan yang ada di Indonesia. Di Indonesia, masyarakat tidak hanya berinteraksi dengan sesama, tetapi karena kemajemukan masyarakat berinteraksi dengan banyak suku dan agama yang ada di sekitarnya.
Di tengah realitas pluralisme agama, suku dan budaya, moderasi beragama sangat dibutuhkan untuk menciptkan keseimbangan dan keragaman. Para pengkaji politik pasti tidak asing dengan istilah politik identitas. Bahkan, fenomena politik identitas ini telah berkembang menjadi cerita besar yang menggambarkan hampir semua praktik politik saat ini. Banyak negara di seluruh dunia telah mengadopsi sistem politik demokrasi, tak terkecuali di Indonesia.
Namun, fenomena politik identitas ini terus memengaruhi praktik politik di negara-negara tersebut. Identitas politik yang berkembang ini dipandang sebagai ancaman bagi pluralisme dan stabilitas sistem politik demokratis. Namun, bagi para peneliti aksi sosial, politik identitas merupakan representasi langsung dari jenis perjuangan politik.
Selama beberapa tahun terakhir, politik identitas telah menjadi komponen penting dari dinamika politik Indonesia. Dalam demokrasi multikultural seperti Indonesia, yang memiliki populasi yang beragam dari segi budaya, etnis, dan agama, politik identitas sering kali memengaruhi hubungan sosial dan jalan politik. Politik identitas dapat membantu kelompok tertentu bersatu, tetapi juga dapat menimbulkan polarisasi dan konflik.
Polarisasi sosial, yang dihasilkan oleh politik identitas di Indonesia, seringkali menghasilkan ketegangan yang berujung pada konflik sosial, di mana masyarakat terbagi menjadi kelompok yang saling bertentangan. Polarisasi ini seringkali memanfaatkan perbedaan identitas, yang pada akhirnya menghasilkan rasa ketidakpercayaan dan permusuhan antar-kelompok. Politik identitas dapat menyebabkan kelompok tertentu menjadi radikal. Masyarakat merasa terancam oleh kelompok identitas yang berbeda. Di sisi lain, kelompok mayoritas merasa memiliki otoritas atas narasi politik dan sosial. Akibatnya, ruang untuk percakapan yang konstruktif dan toleransi semakin terbatas.
Peran moderasi beragama sebagai Solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, keberagaman merupakan salah satu ciri khas manusia yang sudah ada sejak zaman prasejarah. Setiap suku bangsa, agama, budaya dan Bahasa memiliki keunikan tersendiri. Namun, seringkali keberagaman dihadapi pada tantangan dan konflik yang dapat mengancam keharmonisan Masyarakat.
Makanya, perlu ada pendekatan moderasi beragama untuk menciptakan kedamaian dan keselarasan dalam keberagaman di Indonesia. Karena sesuai dengan pengertian moderasi beragama bahwasanya ekspresi perilaku beragama dilakukan secara adil dan tidak ekstrem dalam beragama. Secara prinsip moderasi beragama, bahwa setiap agama mengajarkan nilai-nilai universal kasih sayang, keadilan dan toleransi. Moderasi beragama menggagas bahwa agama tidak boleh menyebab konflik, agama harus menjadi sumber inspirasi untuk menumbuhkan jiwa Masyarakat yang inklusif dan saling menghormati.
Sebagaimana tercantum dalam Pancasila sila pertama, negara mengakui Indonesia bukanlah negara yang berdasarkan pada satu agama tertentu, namun negara mengakui dan menghargai keberagaman. Indonesia sudah membuktikan bahwa perbedaan dan keragaman bukanlah hambatan yang perlu dipersoalkan. Adapun hubungan agama dan negara di Indonesia yakni bersifat dialogis integrative.
Agama melalui ajarannya dan negara melalui aturannya. Ini karena fakta bahwa ahli keagamaan tidak secara otomatis memahami dan menguasai pengetahuan tentang kewarganegaraan dan kebangsaan.
Selain itu, di saat-saat ketika semangat keagamaan dan perpolitikan sedang meningkat, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya bersikap moderat. Meskipun demikian, membangun moderasi di Indonesia tidak mudah. Agama digunakan untuk melakukan gerakan politik. Bisa dilihat saat pemilihan presiden dan wakil presiden atau kepala daerah (kabupaten, kota, dan provinsi). Pada dasarnya, ini bukanlah gerakan agama; sebaliknya, ini adalah gerakan politik yang menggunakan agama sebagai bagian dari upaya untuk mengumpulkan massa.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023 tentang penguatan moderasi beragama melarang penggunaan agama sebagai alat untuk kepentingan politik. Perpres ini mengatur tentang penguatan moderasi beragama dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya.
Perpres ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan umat beragama dalam rangka penguatan Moderasi Beragama. Penyelenggaraan penguatan Moderasi Beragama didasarkan pada pedoman umum penguatan Moderasi Beragama yang terdiri atas: 1) indikator Moderasi Beragama; 2) esensi Moderasi Beragama; 3) ekosistem dan kelompok strategis Moderasi Beragama; 4) arah kebijakan dan strategi penguatan Moderasi Beragama; dan 5) program penguatan Moderasi Beragama.
Pemilu yang Tidak Moderat menimbulkan Potensi Konflik dan Dampak Negatif. Pemilu yang seharusnya menjadi ajang pesta demokrasi dapat berubah menjadi ajang perpecahan dan konflik jika tidak berlangsung dalam suasana yang moderat. Ketika suasana politik memanas dan diwarnai oleh polarisasi yang ekstrem, berbagai potensi konflik dapat muncul, baik antar pendukung calon maupun antar kelompok masyarakat.
Moderasi dalam konteks pemilu merujuk pada upaya untuk menciptakan suasana politik yang kondusif, toleran, dan inklusif. Dalam hal ini semua pihak yang terlibat dalam proses pemilu, baik peserta, penyelenggara, maupun masyarakat, diharapkan dapat menjaga sikap yang moderat, menghindari polarisasi, dan menghormati perbedaan pendapat.
Penulis : Dinda Nabila Mawaddah